Scroll Text - http://www.marqueetextlive.com

Senin, 21 Juli 2014

Renungan dalam kegagalan...

Aku mungkin anak pertama, tapi aku tak hidup layaknya anak pertama. Sudah banyak kekurangan tapi tak cepat untuk memperbaikinya. Justru aku hidup seperti anak tunggal. Aku tak mensyukuri apa yang telah Allah beri. Aku hanya bisa menikmati dan menyenangkan diri. Tak senang melihat orang susah tapi tak bergegas membantu. Hanya karena rasa gengsi. Padahal tidak terbiasa karena semuanya telah dilakukan oleh orang lain. Mendapat motivasi dan berjanji untuk berubah, dan dua tiga hari kemudian semuanya kembali biasa. Terus berulang-ulang. Tak ada tekanan yang memaksa, dan tak ada kesadaran yang mendalam. Entah mengapa, semangat itu ada. Tapi rasa malas selalu menang, dan rasa rajin selalu renggang. Bukan tentang mereka memanjakanku atau tidak, justru aku berada di dalam lingkungan yang terpelajar. Tapi, keegoisanku sangat besar seakan semua yang aku perbuat sudah benar. Dan akhirnya, justru apa yang menurutku benar itu salah…

Aku tak pernah ingin mengecewakan orang tua yang amat aku sayangi. Tak mau menghadirkan rasa sedih pada hari-harinya yang melihat bahwa anaknya hanya bisa berdiam diri melihat kegagalan yang pedih. Ya, aku merasa gagal menjadi anak yang bisa membahagiakan dan membanggakan. Usahaku belum maksimal untuk meraih masa depanku, dan ibadah do’aku belum khusyu’. Mungkin karena menunda semua itu, impianku juga tertunda. Aku jatuh… Dan aku tak tau apa yang harus aku lakukan untuk bangkit. Hari demi hari yang ku nantikan hanyalah pengumaman untuk menentukan langkah masa depanku. Dengan perasaan yang tak bisa digambarkan.

Aku kecewa pada diriku, mengapa aku bisa sebodoh ini. Mengapa aku tidak begitu mensyukuri apa yang telah Allah beri?

Seandainya bisa memutar waktu, aku hanya ingin memaknai setiap detikku dengan perjuangan dan ikhtiar. Tapi semuanya terlambat, akhirnya hasilnya tak seperti yang aku kira. Aku merasa sangat jatuh, sangat jatuh… Dan aku tak boleh menyesali takdir ini. Karena takdir itu adalah hasil yang kita lakukan atas ketentuan Allah.

Aku hanya bisa mengisi hari-hariku dengan renungan. Aku memang pantas dapat ini jika aku meninjau usahaku yang belum ada apa-apanya. Dan aku melihat berbagai sisi, banyak teman-temanku yang aku tau bagaimana usaha dan perjuangannya dan istiqomahnya dia dalam ibadah. Dan takdirnya sama sepertiku, gagal.. Tapi, aku masih bisa lihat lengkuk senyum diwajahnya dan keceriaan yang menggambarkan kepribadiannya yang tak mudah menyerah. Akhirnya, aku malu. Seharusnya, aku tak pantas jatuh dengan apa yang telah ditentukan. Jika aku seperti dia, wajar aku bersedih. Tapi melihat dia yang sudah berusaha mati-matian pada akhirnya gagal, dia tetap percaya bahwa Allah punya rencana lain.


Mungkin dari jatuhnya ini, aku belajar dari rasa sakit saat mengecewakan orang yang disayang. Dari orang yang sepantasnya tak mendapatkan kegagalan. Dan dari jatuhnya harapan yang selama ini di nanti. Aku belajar bagaimana rasanya untuk tetap bersabar dan tetap pada jalan yang lurus. Dan percaya bahwa Allah punya rencana lain. Seperti layaknya berenang, jika kamu tak pandai maka kamu akan tenggelam dalam air, maka itu kamu harus belajar dan berusaha latihan untuk tetap bisa mengapung diatas air. Tak ada yang instan dalam kesuksesan, kita harus mencicipi rasanya berada dibawah sehingga memacu untuk berada diatas. Sehingga saat diatas, kamu tak lupa dengan asalmu yang dulu pernah di bawah yang akan membuatmu down to earth. Asal tetap yakin dan berusaha, pasti semuanya akan indah pada waktunya. Yang terpenting, selalu mengingat kepada-Nya yang menentukan semua ini. Semoga Allah meridhoi kesuksesan dalam masa depanku dan masa depanmu. Aamin...  Cheer up!


@yuninghaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar