Aku mungkin anak pertama, tapi aku tak hidup layaknya anak
pertama. Sudah banyak kekurangan tapi tak cepat untuk memperbaikinya. Justru
aku hidup seperti anak tunggal. Aku tak mensyukuri apa yang telah Allah beri.
Aku hanya bisa menikmati dan menyenangkan diri. Tak senang melihat orang susah
tapi tak bergegas membantu. Hanya karena rasa gengsi. Padahal tidak terbiasa
karena semuanya telah dilakukan oleh orang lain. Mendapat motivasi dan berjanji
untuk berubah, dan dua tiga hari kemudian semuanya kembali biasa. Terus
berulang-ulang. Tak ada tekanan yang memaksa, dan tak ada kesadaran yang
mendalam. Entah mengapa, semangat itu ada. Tapi rasa malas selalu menang, dan
rasa rajin selalu renggang. Bukan tentang mereka memanjakanku atau tidak, justru
aku berada di dalam lingkungan yang terpelajar. Tapi, keegoisanku sangat besar seakan
semua yang aku perbuat sudah benar. Dan akhirnya, justru apa yang menurutku
benar itu salah…
Aku tak pernah ingin mengecewakan orang tua yang amat aku
sayangi. Tak mau menghadirkan rasa sedih pada hari-harinya yang melihat bahwa
anaknya hanya bisa berdiam diri melihat kegagalan yang pedih. Ya, aku merasa
gagal menjadi anak yang bisa membahagiakan dan membanggakan. Usahaku belum
maksimal untuk meraih masa depanku, dan ibadah do’aku belum khusyu’. Mungkin
karena menunda semua itu, impianku juga tertunda. Aku jatuh… Dan aku tak tau
apa yang harus aku lakukan untuk bangkit. Hari demi hari yang ku nantikan
hanyalah pengumaman untuk menentukan langkah masa depanku. Dengan perasaan yang
tak bisa digambarkan.
Aku kecewa pada diriku, mengapa aku bisa sebodoh ini.
Mengapa aku tidak begitu mensyukuri apa yang telah Allah beri?
Seandainya bisa memutar waktu, aku hanya ingin memaknai
setiap detikku dengan perjuangan dan ikhtiar. Tapi semuanya terlambat, akhirnya
hasilnya tak seperti yang aku kira. Aku merasa sangat jatuh, sangat jatuh… Dan
aku tak boleh menyesali takdir ini. Karena takdir itu adalah hasil yang kita
lakukan atas ketentuan Allah.
Aku hanya bisa mengisi hari-hariku dengan renungan. Aku
memang pantas dapat ini jika aku meninjau usahaku yang belum ada apa-apanya.
Dan aku melihat berbagai sisi, banyak teman-temanku yang aku tau bagaimana
usaha dan perjuangannya dan istiqomahnya dia dalam ibadah. Dan takdirnya sama
sepertiku, gagal.. Tapi, aku masih bisa lihat lengkuk senyum diwajahnya dan
keceriaan yang menggambarkan kepribadiannya yang tak mudah menyerah. Akhirnya,
aku malu. Seharusnya, aku tak pantas jatuh dengan apa yang telah ditentukan. Jika
aku seperti dia, wajar aku bersedih. Tapi melihat dia yang sudah berusaha
mati-matian pada akhirnya gagal, dia tetap percaya bahwa Allah punya rencana
lain.
Mungkin dari jatuhnya ini, aku belajar dari rasa sakit saat
mengecewakan orang yang disayang. Dari orang yang sepantasnya tak mendapatkan
kegagalan. Dan dari jatuhnya harapan yang selama ini di nanti. Aku belajar bagaimana
rasanya untuk tetap bersabar dan tetap pada jalan yang lurus. Dan percaya bahwa
Allah punya rencana lain. Seperti layaknya berenang, jika kamu tak pandai maka
kamu akan tenggelam dalam air, maka itu kamu harus belajar dan berusaha latihan
untuk tetap bisa mengapung diatas air. Tak ada yang instan dalam kesuksesan,
kita harus mencicipi rasanya berada dibawah sehingga memacu untuk berada
diatas. Sehingga saat diatas, kamu tak lupa dengan asalmu yang dulu pernah di
bawah yang akan membuatmu down to earth. Asal tetap yakin dan berusaha, pasti
semuanya akan indah pada waktunya. Yang terpenting, selalu mengingat kepada-Nya
yang menentukan semua ini. Semoga Allah meridhoi kesuksesan dalam masa depanku dan masa depanmu. Aamin... Cheer up!
@yuninghaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar